Posted by : Unknown
Jumat, 05 Oktober 2012
Oleh : Agus Harimurti Yudhoyono
Saya melihat semangat dan harapan di mata generasi muda TNI, Polri, dan mahasiswa yang memadati Gedung AH Nasution, Akademi Militer, Magelang, Jumat (21/9). Tampak ada keinginan kuat untuk bersama-sama membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Ini berbeda dengan ketika saya menjadi taruna, berbarengan dengan angin reformasi yang bertiup kencang saat itu. Hujatan dan cercaan terhadap TNI disuarakan lantang oleh para mahasiswa, bahkan di depan gerbang Akademi Militer (Akmil).
Oleh karena itu, memenuhi undangan Gubernur Akmil untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada para taruna dan mahasiswa memberi arti tersendiri. Setelah lebih dari satu dekade ikut mengawal reformasi TNI, tak berlebihan bila kini generasi muda TNI juga melakukan refleksi diri.
Bagi kami, yang masuk Akmil pada era Orde Baru—saat kekuatan tentara begitu luar biasa— sungguh tak menyangka kelak institusi TNI dihujat oleh rakyatnya sendiri. Seragam yang menjadi identitas kami terpaksa dilipat dan masuk ke dalam tas untuk menghindari aksi sweeping kelompok anarkis di jalan raya. Kebanggaan yang menjadi modal dasar militer sempat pudar. Sungguh sedih, dilantik di istana sebagai perwira tetapi seolah tak diharapkan masyarakat.
Tuntutan reformasi yang begitu kuat direspons positif melalui kebijakan dan langkah-langkah konstruktif oleh para pemimpin TNI saat itu. Politik praktis yang menjadi bagian dari dwifungsi ABRI dan mendapatkan banyak sorotan karena dampak eksesif yang ditimbulkan ditinggalkan sebelum jatuh tempo. Keberadaan TNI di lembaga legislatif (Fraksi TNI/Polri) yang seharusnya berakhir pada 2009 ditinggalkan TNI pada 2004.
Selain itu, TNI yang pada masa lalu sering dicap sebagai pelanggar HAM mampu melepas citra buruk itu melalui proses penyelesaian konflik di beberapa wilayah, seperti halnya Aceh. Pada akhir 2005, TNI non-organik berhasil menarik diri dan menjadikan Aceh wilayah yang aman dan damai. Di dunia internasional, peran aktif TNI memelihara perdamaian semakin mendapat tempat karena disiplin, semangat, dan kinerjanya.
Hal ini patut diapresiasi sebagai hasil perjuangan para senior TNI yang sungguh-sungguh berupaya mentransformasikan TNI sesuai tuntutan reformasi. Langkah-langkah konkret itu membuat generasi muda TNI optimistis mengawal Indonesia menjadi negara maju.
Tantangan
Jalan reformasi memang tidak mudah. Sulit dimungkiri, dalam proses transformasi yang melibatkan banyak aspek, terjadi deviasi yang tak jarang mencederai upaya optimal reformasi TNI. Beberapa kasus kekerasan yang melibatkan TNI sedikit banyak memengaruhi citra TNI yang sudah semakin baik.
Harus diakui, masih ada peristiwa yang melukai hati masyarakat yang dilakukan oleh sekelompok oknum prajurit, baik disengaja maupun tidak, yang berdampak buruk bagi TNI. Pelanggaran dan penyimpangan ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah ketidakmampuan mengikuti proses transformasi TNI, yang tidak hanya melibatkan aspek institusi tetapi juga aspek kognitif dan afektif prajurit.
Untuk mengakselerasi proses transformasi itu, TNI menerjunkan generasi mudanya, yang berbeda 10 tahun dengan taruna, ke kampus-kampus Akademi TNI. Mereka memberikan gambaran yang kontekstual tentang situasi, kondisi, dan harapan ke depan sehingga lahir para perwira yang tidak hanya memahami pertahanan tetapi juga dunia global sebagai kunci pengembangan kualitas diri selanjutnya. Koreksi dan evaluasi internal perlu terus dilakukan karena terbukti berhasil mengantarkan TNI menjadi harapan bangsa dan negara.
Harapan
Kini tanggung jawab masa depan TNI ada di tangan generasi muda. Citra positif TNI yang telah dibangun para senior akan lebih bermakna apabila dilanjutkan secara konsisten oleh prajurit di lapangan, baik dalam konteks latihan maupun penugasan operasi. Kita benar-benar ingin menuju militer yang semakin profesional, modern, dan menentukan sehingga memiliki daya tangkal menghadapi ancaman dan tantangan keamanan negara yang semakin kompleks.
Oleh karena itu, TNI harus dapat mengatasi ketertinggalannya untuk menjadi kekuatan pertahanan yang dihormati kawan dan disegani lawan. Bagaimanapun, aspek hard power amatlah penting bagi sebuah negara dalam politik internasional. Kita optimistis, dengan semakin kuatnya ekonomi Indonesia dewasa ini, negara dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk belanja dan modernisasi militer. Sudah saatnya kita melihat lebih banyak jet tempur mengudara, kekuatan armada laut yang perkasa, dan sistem persenjataan pertempuran darat yang berteknologi tinggi. Semua untuk menjaga kedaulatan NKRI.
Namun, kemajuan alat utama sistem persenjataan (alutsista) harus dengan dibarengi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mengawakinya. Introduksi teknologi dan senjata baru akan mengubah cara bertempur kita. Hal ini tentu mensyaratkan sejumlah pembaruan terhadap doktrin dan strategi militer.
Dalam konteks ini, para prajurit TNI harus dibekali dengan ragam pendidikan, pelatihan, dan penugasan yang semakin memperluas cakrawala berpikir dan bertindak. Kita berharap melalui capacity building, TNI semakin profesional dan berkelas dunia.
Selain itu, karakter TNI yang selalu dekat dengan rakyat harus terus diperkuat. Kita ingin kehadiran prajurit di lapangan memberikan arti positif bagi masyarakat di sekitarnya. Tidak hanya di dalam negeri, winning the hearts and minds of the people juga merupakan kunci keberhasilan pasukan Garuda yang ditugaskan di berbagai misi perdamaian dunia selama ini.
Dengan berpegang teguh pada prinsip netralitas dan imparsialitas, setiap penjaga perdamaian harus dapat menjadi diplomat untuk mewujudkan stabilitas keamanan di daerah konflik.
Memang, masih banyak pekerjaan rumah yang kita miliki. Begitu banyak tantangan di era globalisasi dan revolusi informasi yang berimplikasi pada aspek pertahanan dan keamanan negara. Karena itu, tepat rasanya bila generasi muda TNI menyatukan visi dan mewujudkannya melalui aksi nyata di lapangan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang senantiasa menjemput masa depan dan mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
Untuk melakukan itu, TNI tidak berdiri sendiri. Hanya dengan kolaborasi dan dukungan seluruh komponen bangsa, kita dapat mewujudkan Indonesia yang semakin aman, maju, dan sejahtera. Kita semua saling membutuhkan dan saling melengkapi. Tak kalah penting adalah peran media dalam proses check and balance bagi TNI.
Pemberitaan yang obyektif akan memberikan ruang bagi TNI untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan prestasinya. Dengan segala keterbatasan, kami ingin selalu berbuat yang terbaik. Di negara mana pun, setiap tentara ingin menjadi solusi bagi permasalahan bangsa dan dicintai rakyatnya.
Agus Harimurti Yudhoyono Alumnus Akmil 2000 dan Universitas Harvard